Berbagai analisa seputar jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung
Salak, Bogor bermunculan. Salah satunya dari Thomas Djamaluddin, salah
satu pakar dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).
Berdasarkan
data cuaca pada saat kejadian 9 Mei 2012 sekitar pukul 14.33 WIB,
Thomas mengungkapkan, saat itu Gunung Salak sedang diliputi awan
cumulonimbus yang menjulang setinggi 37.000 kaki (11,1 km). Awan
cumulonimbus adalah sebuah awan vertikal menjulang yang sangat tinggi,
padat, dan sering mengakibatkan badai petir dan cuaca dingin lainnya.
Dia
menguraikan, data MTSAT menunjukkan sekitar waktu kejadian, awan di
sekitar Gunung Salak memang tampak sangat rapat dengan liputan awan
lebih dari 70 persen. Analisis indeks konveksi yang bisa menggambarkan
ketinggian awan juga menunjukkan indeks sekitar 30 yang bermakna adanya
awan Cb (cumulo nimbus).
Data satelit itu, tambah dia, memberi
gambaran bahwa saat kejadian, pesawat dikepung awan tebal yang menjulang
tinggi. Dengan hadangan awan tersebut, pilot tentu saja akan mencari
jalan keluar dari hadangan awan tersebut. Namun, pilihan untuk menaikkan
ketinggian pesawat hingga 37.000 kaki dinilai Thomas tidak menjadi opsi
pilot.
"Karena itu, pilihannya hanya mencari jalan ke kanan,
kiri, atau bawah," kata pria yang menjabat sebagai Deputi Sains,
Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lapan tersebut seperti dikutip
antara.
Itulah mengapa, menurut Thomas, pilot mengambil pilihan
menurunkan ketinggian ke 6.000 kaki seperti yang dilaporkan ke petugas
Air Traffic Control (ATC). Beberapa pertimbangan yang digunakan pilot
Aleksandr Yablontsev kemungkinan didasarkan ada sedikit celah yang
terlihat di bawah.
"Sayangnya pilot terlambat memperhitungkan risiko yang lebih fatal dengan topografi yang bergunung-gunung," tukasnya.
Namun
analisis ini, tegasnya, hanya berdasarkan data satelit cuaca, sekadar
untuk memberi jawaban sementara berdasarkan data, bukan berdasarkan
spekulasi yang tak berdasar. "Analisis komprehensif tentang faktor
lainnya tentu kita nantikan dari analisis rekamanan penerbangan oleh
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), walau tentu saja faktor
cuaca tetap tak dapat dikesampingkan," kata Thomas.
No comments:
Post a Comment